“Biar cepat jadi kepala.” ujar Mamak sembari mengambilkan kepala ikan patin dan memberikannya ke piringku.
Sebenarnya apa hubungan Kepala Ikan Patin dengan doa Mamak? Padahal aku sendiri sudah menjadi Kepala Gudang di pelabuhan barang. Lantas apa maksud Mamak dengan doanya agar aku cepat menjadi kepala tadi siang.
“Mungkin maksud Mamakmu, biar kau cepat jadi kepala rumah tangga.” sahut Ikram dari balik kamar. Dia pasti sudah pasrah mendengarkan keluhan anak bujangnya, Aku.
Kepala. Kepala. Kepala
Ada benarnya ucapan si Ikram. Aku terlalu sibuk mengurusi kebahagiaan orang lain sampai-sampai melupakan diri sendiri.
“Kalau begitu kau carikan dulu lah kawanmu ini yang bisa diajak berumahtangga.” balasku.
Ikram keluar dari kamar membawa segelas kopi dan mie rebus tersisa separuh. Ia meletakkanya dihadapanku.
“Nah coba kau cicipi dulu kopi sama mie rebus ini.” Ikram menawarkan entah apa maksudnya.
Aku menolak.
“Bagus, kau masih normal. Kau tak mau makan sisa. Begitupun pasangan, jangan mau kau dapat sisa orang. Carilah calon pendamping yang selalu menjaga kehormatan dirinya. Yang tidak mudah menerima ajakan jalan dengan bukan muhrimnya. Pilih yang gak bakalan mau kau bawa kemana-mana seenak hati kau sebelum kau nikahi dia.”
“Benar. Kau pintar kali, Kram. Dari mie rebus pun kau bisa beranalogi. Apa bacaanmu tiap hari?”
Ikram menyeruput kopi hingga tandas dibarengi bunyi sirine melengking tanda waktu istirahat berakhir.
“Aku baca buku harianmu.”
Ikram sialan.